Semarang, Jawa Tengah [DESA MERDEKA] – Di balik sebuah ruangan kecil di Kabupaten Semarang, tersimpan kisah inspiratif tentang kreativitas yang mengubah limbah menjadi karya bernilai tinggi. Adalah Kokosri Sada, seorang pelaku UMKM yang akrab disapa Kokos Edan, yang membuktikan bahwa inovasi bisa lahir dari kesederhanaan. Dengan mengusung filosofi “EDAN” — Etnik, Different, Authentic, Natural — ia berhasil menembus pasar internasional dengan produk kerajinan tangan dari bahan-bahan lokal yang melimpah.
“Filosofi EDAN ini menjadi panduan saya dalam berkarya. Etnik, karena produknya unik dan berbeda. Different, karena saya selalu menciptakan produk yang tak pasaran. Authentic, sebab semuanya saya kerjakan sendiri, mulai dari desain hingga produksi. Natural, karena saya memanfaatkan bahan-bahan alam,” jelas Kokos.
Produk utama yang ia hasilkan adalah sandal etnik yang kini laris di pasar global. Selama dua tahun terakhir, ia fokus mengembangkan sandal yang 80-90% penjualannya diekspor ke luar negeri. Selain sandal, Kokos juga mulai merambah kerajinan dari tempurung kelapa. Berawal dari limbah tempurung yang melimpah di pasar tradisional, ia mengubahnya menjadi berbagai aksesori, seperti kalung dan gantungan kunci, serta produk dekorasi.
“Hanya dalam dua bulan, produk tempurung kelapa ini sudah terjual ke tujuh negara, termasuk Australia, Amerika, Samoa, Taiwan, Tiongkok, India, dan Korea,” ungkapnya.
Keunikan lain dari karya Kokos adalah pemanfaatan enceng gondok, gulma yang identik dengan Rawa Pening. Ia menjadikan eceng gondok sebagai elemen ikonik dalam setiap produknya, mulai dari sandal hingga dekorasi, menjadikannya sebuah ciri khas dari Kabupaten Semarang. Ia juga menambahkan benang dari karung goni bekas, menunjukkan kreativitas dalam memanfaatkan setiap bahan yang ada.
Yang paling menarik, semua karya ini dihasilkan hanya dengan peralatan sederhana: jarum kasur, gunting, dan cutter. Kokos ingin membuktikan bahwa modal bukanlah halangan utama untuk memulai usaha. “Hanya dengan menyisihkan uang jajan, anak muda bisa menjadi pelaku usaha kreatif,” tegasnya.
Kokos juga membuka pintu kolaborasi bagi anak muda di Semarang. Ia tidak hanya bersedia mengedukasi cara membuat produk, tetapi juga mendampingi mereka hingga mampu memasarkan karyanya. Dengan pendekatan ini, ia berharap bisa menumbuhkan semangat wirausaha di kalangan milenial dan Gen Z, menciptakan lapangan kerja, dan menggerakkan ekonomi lokal dari hal-hal yang tak terduga.




















Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.