Simalungun[DESA MERDEKA]- Bupati Simalungun, Dr. H. Anton Achmad Saragih, secara tegas menolak rencana konversi kebun teh milik PTPN IV menjadi perkebunan kelapa sawit. Pernyataan keras ini disampaikan di Rumah Dinas Bupati Simalungun, Pamatang Raya, pada Jumat, 3 Oktober 2025, menyusul gelombang protes masyarakat.
Bupati Anton Achmad Saragih menyatakan komitmen Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk melindungi keberlanjutan lingkungan hidup dan masa depan ekonomi rakyat. “Kami menolak keras upaya konversi kebun teh menjadi kebun sawit oleh PTPN IV. Kebun teh di Simalungun bukan hanya aset ekonomi, tetapi juga bagian dari jati diri daerah, warisan sejarah, dan sumber penghidupan ribuan warga,” tegas Bupati.

Penolakan ini muncul sebagai respons langsung terhadap aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Aliansi Gerakan Masyarakat Sidamanik dan Dewan Pimpinan Kabupaten Jaringan Kemandirian Nasional (DPK Jaman) Simalungun di Kantor Bupati pada Kamis, 2 Oktober 2025. Para demonstran dengan lantang menyuarakan penolakan mereka terhadap rencana konversi teh menjadi sawit.
Rencana konversi ini mencakup sebagian areal kebun teh yang selama ini dikelola PTPN IV di wilayah Kecamatan Sidamanik dan sekitarnya. Gagasan ini sontak menimbulkan kekhawatiran serius dari berbagai pihak: petani teh, tokoh masyarakat, pegiat lingkungan, hingga akademisi. Mereka menilai konversi ini berpotensi merusak ekosistem yang rapuh, memperparah deforestasi, serta secara langsung menghilangkan mata pencarian ribuan masyarakat lokal yang bergantung pada komoditas teh.
Lebih dari sekadar komoditas strategis, kebun teh di Simalungun juga berfungsi sebagai kawasan penyangga ekologis vital dan pilar penting bagi sektor pariwisata agro yang tengah berkembang. Hilangnya kebun teh berarti hilangnya identitas, ekologi, dan potensi ekonomi berkelanjutan.
Bupati Anton Achmad Saragih menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten tidak akan tinggal diam. “Kami akan mengambil langkah hukum dan administratif yang diperlukan untuk menghentikan konversi ini. Kami akan meminta klarifikasi resmi dari PTPN IV, dan jika perlu, berkoordinasi langsung dengan pemerintah pusat untuk menjaga kawasan kebun teh tetap lestari,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, Pemerintah Kabupaten Simalungun berencana membentuk tim pengawasan lintas sektor. Tim ini akan melibatkan tokoh masyarakat, akademisi, dan dinas teknis untuk memantau segala bentuk upaya konversi lahan teh di wilayah kabupaten. Bupati juga mendorong PTPN IV untuk fokus pada optimalisasi pengelolaan kebun teh yang berkelanjutan, serta mengajak semua pihak untuk menempatkan kepentingan lingkungan dan rakyat di atas kepentingan bisnis sesaat.
Di tengah polemik ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Simalungun melalui surat Nomor: 600.4.16.2/198/2025 tanggal 23 Juli 2025, memberikan tanggapan dan kajian atas penolakan masyarakat. Dalam surat tersebut, DLH menyampaikan beberapa poin yang diklaim PTPN IV:
- PTPN IV Unit Kebun Sidamanik melakukan diversifikasi kelapa sawit pada lahan yang sudah lama kosong dan tidak produktif.
- PTPN IV telah mengembangkan taman wisata Tea Garden dan memiliki persetujuan lingkungan (Nomor 600.4.5/336/2024 tanggal 31 Desember 2024).
- PTPN IV menyatakan tidak ada pembongkaran atau penggantian tanaman teh dalam penanaman kelapa sawit.
- Sosialisasi telah dilakukan pada 5 Juli 2025, dihadiri GM PTPN IV, Anggota DPRD Simalungun (Bernad Damanik), Aliansi Gerakan Masyarakat Sidamanik, Camat Sidamanik, Camat Pane, Pangulu, tokoh masyarakat, dan perwakilan masyarakat, terkait optimalisasi lahan diversifikasi seluas ±100 Ha di atas lahan HGU ± 2.496,72 Ha.
- Konsultasi publik juga disebut telah dilaksanakan sebelumnya dengan Pangulu dan Camat.
- PTPN IV berjanji akan memberikan CSR kepada masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan di sekitar sumber mata air Bah Biak seluas 25 Ha.
Namun, yang krusial, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Simalungun menegaskan bahwa hingga saat ini mereka belum memberikan rekomendasi konversi kebun teh menjadi kelapa sawit. DLH juga mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga lingkungan yang kondusif, tidak mudah percaya isu yang tidak benar, serta mencari informasi valid langsung kepada dinas pemerintah Kabupaten Simalungun yang terkait.
Situasi ini menyoroti kompleksitas antara kepentingan korporasi, keberlanjutan lingkungan, dan hak-hak masyarakat lokal. Ketika klaim “lahan kosong dan tidak produktif” berhadapan dengan “jati diri daerah dan sumber penghidupan”, peran pemerintah daerah menjadi krusial dalam menengahi dan memastikan keadilan. Publik kini menanti, apakah PTPN IV akan mengindahkan seruan Bupati dan masyarakat, ataukah konflik ini akan berlarut-larut, mengancam kelestarian warisan teh Simalungun demi ekspansi kelapa sawit.



















Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.