Jakarta [DESA MERDEKA] – Pemerintah berencana membentuk 70.000 Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di seluruh Indonesia dengan tujuan mengelola rantai pasok sembako, produk pertanian, dan obat-obatan di tingkat desa. Rencananya, setiap Kopdes Merah Putih akan mendapatkan anggaran sebesar Rp5 miliar untuk pembangunan infrastruktur. Unit pertama koperasi ini dijadwalkan akan diresmikan pada 12 Juli 2025, bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional.
Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, menjelaskan bahwa Kopdes Merah Putih akan berfungsi sebagai agregator untuk meningkatkan harga produk pertanian desa dan stabilisator inflasi. Selain itu, koperasi ini diharapkan dapat menghindarkan warga desa dari jerat pinjaman online dan rentenir.
“Ada bangun gudangnya, ada bangun cold storage-nya, ada bangun grei-nya, terus ada truk. Paling enggak ada dua truk. Truk dan bengkel. Jadi setiap desa punya dua truk,” kata Budi Arie di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Namun, rencana ini menuai kritik dari berbagai pihak. Pakar kebijakan publik, Achmad Nur Hidayat, mempertanyakan urgensi pembentukan Kopdes Merah Putih, mengingat keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah ada selama ini. Achmad khawatir kehadiran koperasi baru ini justru akan menciptakan kompetisi yang tidak sehat dan memecah sumber daya yang seharusnya dikonsolidasikan.
“Dengan peran yang mirip, kehadiran koperasi desa justru bisa menciptakan kompetisi yang tidak sehat di tingkat desa, memecah sumber daya yang seharusnya bisa dikonsolidasikan, serta menimbulkan ketidakefisienan dalam pengelolaan anggaran negara,” kata Achmad.
Achmad berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya memperkuat BUMDes yang sudah ada, karena memiliki potensi lebih besar untuk dikembangkan dan telah memiliki akar dalam komunitas lokal. Ia juga menyoroti beban fiskal yang besar dari pembentukan Kopdes Merah Putih.
“Dengan anggaran hingga Rp5 miliar per desa akan menelan biaya yang sangat besar. Jika dihitung secara kasar, total anggaran yang diperlukan bisa mencapai Rp350 triliun, angka yang luar biasa besar untuk sebuah program yang belum jelas efektivitasnya,” ujarnya.
Senada dengan Achmad, peneliti di Pusat Riset Kependudukan BRIN, Andy Ahmad Zaelany, menilai peran Kopdes Merah Putih berpotensi tumpang tindih dengan BUMDes dan mengancam keberadaan toko kelontong serta UMKM lokal. Ia juga khawatir sentralisasi seperti ini akan mematikan inisiatif lokal.
Andy menyarankan agar pemerintah fokus pada pengembangan BUMDes dengan memperbaiki kerja personel, mengadopsi inisiatif lokal, dan membangun mekanisme kerja yang memungkinkan koperasi mandiri. Ia juga mengingatkan pada kegagalan Koperasi Unit Desa (KUD) di era Orde Baru akibat masalah pengelolaan dan sumber daya manusia.
“Evaluasi pada BUMDes tidak jauh menyerupai KUD, yakni lemahnya SDM, sulit mencari pengurus yang kompeten. Imbasnya, BUMDes terlihat lemah dalam perencanaan, terlebih lagi dalam masalah pemasaran,” jelas Andy.
Rencana pembentukan Kopdes Merah Putih ini menimbulkan perdebatan mengenai efektivitas dan efisiensi anggaran negara. Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak untuk memastikan program ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat desa.
Redaksi Desa Merdeka
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.