DESAMERDEKA.ID – Ivanovich Agusta : Tanpa mesti bermakna proletarisasi, dominasi buruh dalam pekerjaan meningkat drastis, terutama sejak reformasi 1998. Jumlahnya meningkat dari 28,7 juta jiwa (33 persen dari seluruh pekerja), meningkat menjadi 50,9 juta jiwa (38 persen dari 135,3 juta pekerja) pada 2022. Peningkatan buruh/karyawan/pegawai jauh melebihi status pekerja lainnya, seperti wirausaha dan pekerja keluarga.
Berburuh juga kian intelektual. Sebanyak 79 persen buruh/karyawan/pegawai lulusan perguruan tinggi dan 70 persen lulusan diploma. Bahkan, terbaca semakin tinggi jenjang pendidikan formal maka kian berpeluang menjadi buruh. Buruh berpendidikan rendah hanya 6 persen tidak bersekolah, 12 persen belum tamat SD, dan 20 persen tamatan SD.
Ini berkebalikan dari kerja pertanian yang mendominasi desa. Hanya 9 persen pekerja pertanian lulusan universitas dan 14 persen lulusan diploma. Sebaliknya, 22 persen pekerja tidak pernah sekolah, 28 persen tidak lulus SD, dan 26 persen lulusan SD.
Maka, sudah saatnya inovasi ekonomi desa diterapkan guna meningkatkan kesejahteraan buruh desa, baik buruh industri pengolahan, buruh tani dan nelayan, hingga meluas kepada jenis pekerja lainnya.
Soal buruh desa
Penguatan posisi ekonomis buruh mau tak mau sekaligus memperbaiki struktur perekonomian desa. Sebab, saat ini kerja informal terlalu mendominasi ekonomi desa. Secara umum, 74 persen lapangan kerja di desa bercirikan ekonomi informal. Bahkan, 57 persen kerja nonpertanian di desapun ditandai sebagai sektor informal. Apalagi kerja pertanian, 89 persen dominan pekerja sektor informal.
Lingkungan kerja informal ditandai keselamatan kerja minimal, tanpa asuransi ketenagakerjaan, bahan dan alat produksi kerap disediakan buruh sendiri. Ini sumber subsidi buruh justru kepada pemberi kerja.
Informalitas kerja juga ditandai upah lebih rendah, padahal dengan jam kerja lebih tinggi. Kondisi ini dikuatkan upah rata-rata perjam pekerja di perdesaan lebih rendah daripada di perkotaan, yaitu Rp 13.151 di perdesaan dibandingkan Rp 19.751 di perkotaan pada Agustus 2022. Ketimpangan upah kian meningkat, sebagaimana dibandingkan pada 2020 upah di perkotaan Rp 19.651 perjam/pekerja sementara di perdesaan Rp 14.242 perjam/pekerja.
Pertumbuhan ekonomi desa belum optimal juga ditunjukkan jam kerja belum full employment. Indikasinya, tingginya setengah pengangguran karena banyak pekerja hanya bekerja di bawah 35 jam perminggu. Memang tingkat pengangguran terbuka di perdesaan lebih rendah daripada di perkotaan, yaitu 3,43 persen berbanding 7,74 persen. Namun, setengah pengangguran di perdesaan mencapai 8,25 persen, sementara di perkotaan hanya 4,75 persen.
Penyebabnya, bagi lulusan SLTA kerja 35-44 jam/minggu mendapatkan upah Rp 2.982.615/bulan, namun begitu menambah lembur menjadi 45-49 jam/minggu upahnya turun menjadi Rp 2.741.487. Adapun pekerja yang tidak pernah bersekolah mendapatkan upah Rp 1.538.831/bulan saat bekerja 35-44 jam/minggu, namun anjlok menjadi Rp 1.340.024/bulan saat lembur hingga lebih dari 60 jam/minggu.
Di Indonesia, umumnya pendapatan bersih kerja di industri lebih tinggi daripada di pertanian, yaitu Rp 2.110.400/bulan berbanding Rp 1.592.200/bulan. Sedangkan, kerja sektor jasa lebih tinggi daripada di industri, yaitu Rp 2.392.700/bulan dibandingkan Rp 2.110.400/bulan.
Anomalinya, di wilayah yang didominasi pertanian, seperti di Gorontalo, pendapatan bersih pekerja pertanian tetap paling menguntungkan, sebesar Rp 1.953.800/bulan. Ini lebih tinggi daripada di industri Rp 1.637.900 perpekerja/bulan, apalagi sektor jasa Rp 1.401.300 perpekerja/bulan.
BUM Desa menyejahterakan
Pola terakhir berpeluang dikembangkan guna memperbaiki ekonomi desa. Patokannya SDGs Desa Tujuan ke 8: Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata. Upaya diarahkan untuk menghapus pengangguran terbuka, sekaligus menurunkan kondisi setengah pengangguran. Ini dilakukan dengan meningkatkan pelatihan dan pendidikan kepada calon pekerja. Regulasi desa juga harus mendukung transformasi kerja informal menjadi kerja formal.
Pemerintah desa menyiapkan regulasi dan kebijakan politik, sementara BUM Desa memegang kendali transformasi ekonomi desa. Agropolitan dikembangkan guna menjalankan industrialisasi pertanian, sementaran e-commerce membuka jasa logistik dan perdagangan komoditas langsung dari desa.
Dana desa difokuskan untuk peningkatan modal BUM Desa. Dengan modal yang memadai, BUM Desa membuka usaha kredit untuk biaya pelatihan besertifikat bagi buruh desa.
BUM Desa dapat mengajukan kebutuhan dukungan Kemendesa PDTT, agar bersama-sama Kementerian PUPR menyediakan pelatihan besertifikasi jasa konstruksi hingga alat berat bagi warga desa. Kerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk pelatihan budidaya dan penangkaran, serta sertifikasi benih dan varietas unggul lokal. Bersama Kementerian Tenaga Kerja menyiapkan pelatihan kompetensi besertifikasi lainnya. Adapun bersama Kemendikbud Ristek memperluas PKBM Kejar Paket A, B, C bagi warga desa.
BUM Desa juga sah menjalankan padat karya ekonomi produktif, berupa membuka usaha baru yang padat tenaga kerja. Kemudian, menjalin kerja sama on the job training dengan swasta agar produk BUM Desa sesuai standard tinggi offtaker.
BUM Desa juga perlu mengonsolidasi iuran asuransi petani dan asuransi ketenagakerjaan, terutama skema resiko usahatani dan jaminan hari tua.
Inilah langkah-langkah menguatkan sektor formal dari desa, sehingga menyejahterakan buruh desa.
Ivanovich Agusta :Sosiolog Pedesaan
Team Redaksi Untuk Kiriman Rilis Berita
Email : mydesamerdeka@gmail.com
Mantab, mari kita Merdeka Bicara Desa di Desa Merdeka