Ambarawa, Jawa Tengah [DESA MERDEKA] – Ribuan masyarakat memadati kawasan Monumen Palagan Ambarawa untuk menyaksikan pertunjukan akbar Sendratari Kolosal “Pertempuran Agung di Bawah Langit Ambarawa” (Samara Wibawa Wiyating Langit Ambarawa), 26 Juli 2025. Pergelaran seni yang memukau ini sukses membangkitkan kembali semangat perjuangan dan patriotisme rakyat Ambarawa dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Semarang, Djarot Supriyoto, dalam sambutannya menegaskan pentingnya seni budaya sebagai bagian dari pembangunan prioritas daerah yang dikenal dengan istilah Intan Pari (Industri, Pertanian, dan Pariwisata). “Pertunjukan seperti ini sangat sejalan dengan visi pembangunan Kabupaten Semarang. Ke depan, seni dan pariwisata harus lebih banyak hadir di tempat bersejarah seperti Palagan Ambarawa,” ujarnya.
Senada dengan Sekda, Mas Bagus Suryo Kusumo dari DPRD Provinsi Jawa Tengah mengapresiasi tinggi acara ini. Ia menyampaikan komitmen penuh dalam mendukung pengembangan kesenian di daerah. “Mulai tahun depan, kami alokasikan Rp60 juta per kecamatan untuk pengembangan seni budaya. Ini agar kesenian dapat benar-benar menjadi industri pariwisata,” ungkapnya, menunjukkan dukungan konkret dari legislatif.
Pertunjukan Sarat Makna Patriotisme
Tema utama sendratari, “Pertempuran Agung di Bawah Langit Ambarawa,” berhasil membangkitkan kembali semangat patriotik dan penghormatan terhadap para pahlawan yang gugur demi kemerdekaan. Kota Tua Ambarawa digambarkan sebagai titik strategis dalam perjuangan mempertahankan proklamasi. Sebuah pesan yang menggetarkan hati disampaikan melalui lakon utama sendratari: “Jika Ambarawa hilang, maka amanat proklamasi akan sia-sia, lenyap seperti debu di udara. Maka satu-satunya jalan adalah bertempur hingga titik darah penghabisan.”
Sendratari ini dikemas secara apik oleh Sanggar Kemrincing, di bawah arahan koreografer Mas Ino dan tim mentor seni lainnya. Sanggar yang lahir di Ambarawa ini telah berulang kali menggelar pertunjukan serupa dan selalu mendapatkan antusiasme luar biasa dari masyarakat. Perpaduan koreografi modern dengan nuansa budaya Jawa, serta iringan gamelan yang solid, menjadikan setiap adegan terasa hidup dan menyentuh.
Tak kalah memikat, Sanggar Meta Tuntang turut memukau penonton dengan tarian rampak Jaranan Serasi. Sanggar yang baru berdiri kurang dari dua tahun ini merupakan inisiasi dari Romo Puji, Ketua LKK Kabupaten Semarang. Meskipun relatif muda, kiprah mereka telah menembus panggung tingkat nasional, menunjukkan potensi besar dalam dunia seni tari.
Tarian Jaranan Serasi sendiri mengisahkan perjuangan seorang pekatik (perawat kuda) dalam melatih dan menjinakkan kuda hingga akhirnya dapat mengendalikan dan menungganginya dengan penuh keselarasan. Gerak rampak dan ekspresif tarian ini menyiratkan pesan kedisiplinan, ketekunan, dan keharmonisan antara manusia dan hewan peliharaannya—sebuah simbol kuat dari semangat kepahlawanan dan kebersamaan.
Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Sekretaris Daerah Kabupaten Semarang, perwakilan Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Ambarawa, anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, serta tokoh-tokoh seniman lokal dan internasional asal Ambarawa seperti Mas Adi Bersaudara. Kehadiran dua sanggar tari ternama, Sanggar Kemrincing dan Sanggar Meta dari Tuntang, semakin menyemarakkan pentas.
Pergelaran ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan semata, melainkan juga sebagai pengingat bahwa sejarah dan budaya merupakan fondasi kuat dalam membangun masa depan bangsa. Monumen Palagan Ambarawa kembali menjadi saksi, bukan hanya dari pertempuran fisik di masa lampau, tetapi juga dari perjuangan menjaga semangat dan identitas bangsa melalui ekspresi seni dan budaya.

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.