Ketapang [DESA MERDEKA] – Sejumlah Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Ketapang mengungkapkan kekhawatiran terkait dugaan intervensi dari oknum Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (Pemdes) setempat. Para Kades merasa diarahkan untuk menganggarkan pembelian aplikasi Digital Desa (Digides) dengan harga Rp38,9 juta per desa, dan pembayaran langsung ke rekening vendor di Sulawesi.
Aplikasi berbasis website ini menuai kritik karena dianggap kurang relevan, terutama bagi desa-desa terpencil yang memiliki masalah sinyal internet. Para Kades juga mempertanyakan dasar hukum yang jelas, khawatir kebijakan ini akan menjadi beban di kemudian hari.
“Di wilayah perkotaan mungkin aplikasi ini berguna, tapi di desa pedalaman, bagaimana bisa berfungsi? Jika tidak digunakan, kami yang akan disalahkan,” ungkap seorang Kades, Minggu (23/03/2025).
Para Kades menekankan bahwa dana desa seharusnya diprioritaskan untuk program yang langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan proyek yang manfaatnya belum terbukti.
Harga aplikasi yang dianggap tidak wajar juga menjadi sorotan. Para Kades menduga ada indikasi keterkaitan antara vendor penyedia aplikasi dengan oknum Dinas Pemdes. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa biaya pembuatan platform serupa sebenarnya lebih murah.
“Kami meminta agar harga ini ditinjau ulang. Kami tidak menolak digitalisasi, asal ada transparansi dan kepastian hukum,” tambah Kades tersebut.
Kepala Dinas Pemdes Ketapang, Mansen, membenarkan adanya program Digides, tetapi enggan memberikan penjelasan detail. “Belum semua desa menggunakan Digital Desa,” katanya singkat, Senin (25/03/2025).
Data dari Dinas Pemdes menunjukkan bahwa 253 desa di Ketapang menjadi target program ini. Hingga saat ini, 18 desa dilaporkan telah melakukan pembayaran ke vendor yang ditunjuk.
Redaksi Desa Merdeka
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.