Jakarta [DESA MERDEKA] – Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyoroti kebijakan swasembada pangan yang seringkali berujung pada kerusakan lingkungan dan pengabaian masyarakat lokal. Laporan terbaru CELIOS berjudul “Membangun Ekonomi Restoratif di Desa: Solusi Melawan Janji Semu Swasembada” mengungkap potensi besar ekonomi restoratif sebagai solusi alternatif.
CELIOS mengidentifikasi 23.472 desa di Indonesia memiliki potensi restoratif tinggi, menandakan ekosistem kuat yang memerlukan pengelolaan bijak. Namun, 95,40 persen desa masih minim inisiatif dalam mendukung agenda ekonomi restoratif.
“Kebijakan swasembada pangan seringkali melahirkan swasembada semu, merusak lingkungan, dan tidak berpihak pada masyarakat serta komoditas lokal. Program food estate contohnya, gagal karena mengabaikan aspek ekologis, sosial, dan ekonomi,” ujar Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, Selasa (2/4).
Penelitian CELIOS menunjukkan 14 provinsi berpotensi menjadi pionir ekonomi restoratif dengan komoditas unggulan seperti karet, palawija, dan perikanan tangkap. Sayangnya, 56,65 persen desa tidak memiliki mata air, dan banyak desa berbatasan dengan laut atau kawasan hutan, mengindikasikan risiko kerusakan ekosistem yang tinggi.
CELIOS juga menyoroti 23.653 desa yang menghadapi masalah serius akibat praktik ekonomi merusak. “Ekonomi restoratif hadir dengan mendahulukan restorasi lingkungan, diikuti pengelolaan potensi ekonomi desa yang berdampingan dengan alam,” jelas Peneliti CELIOS, Jaya Darmawan.
Peneliti CELIOS, Galau D Muhammad, menambahkan, “Program swasembada nasional saat ini hanya simbolik. Ekonomi restoratif menawarkan kemandirian ekonomi melalui pemulihan ekosistem dan kearifan lokal.”
CELIOS menekankan pentingnya kolaborasi pemerintah, masyarakat lokal, dan swasta untuk mengembangkan ekonomi restoratif. Dengan lebih dari 85 persen masyarakat bergantung pada sektor alam, ekonomi restoratif menjadi kunci keseimbangan ekonomi dan lingkungan.
Redaksi Desa Merdeka
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.