Jogjakarta [DESA MERDEKA] – Kabar mengkhawatirkan datang dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya Kabupaten Gunungkidul. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY melaporkan adanya temuan kasus antraks yang menyebabkan kematian 26 ekor hewan ternak sejak bulan Februari hingga 11 April 2025. Dampaknya, dua desa di Gunungkidul, yaitu Tileng yang berada di Kecamatan Girisubo dan Bohol di Kecamatan Rongkop, kini ditetapkan sebagai zona merah penyebaran antraks.
Kepala DPKP DIY, Syam Arjayanti, mengungkapkan rincian kasus tersebut, dengan 11 ekor hewan mati terkonfirmasi di Rongkop dan 15 ekor lainnya di Girisubo. Sebagai respons cepat terhadap situasi ini, DPKP DIY telah mengambil langkah-langkah penanganan serius. Tindakan disinfeksi kandang dan lingkungan di sekitar lokasi kejadian telah dilakukan secara intensif. Selain itu, pengobatan profilaksis menggunakan antibiotik dan pemberian vitamin juga diberikan kepada hewan ternak yang berpotensi terpapar. Kegiatan penanganan ini berlangsung selama tiga belas hari, mulai dari tanggal 15 hingga 28 Maret 2025.
Lebih lanjut, Syam Arjayanti menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat terkait penanganan antraks. Edukasi mengenai kewajiban pelaporan setiap kasus kematian hewan ternak yang mencurigakan, larangan tegas terhadap pemotongan atau penjualan ternak yang mati, serta pentingnya vaksinasi ternak terus digencarkan. Kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk mendata kasus baru maupun kasus yang belum terlaporkan, sekaligus memberikan vaksinasi secara menyeluruh di dua wilayah zona merah serta daerah lain di DIY yang memiliki riwayat terpapar antraks sebelumnya.
“Diharapkan ternak-ternak mendapatkan kekebalan yang optimal menjelang puncak lalu lintas ternak kurban,” jelas Syam, mengacu pada momentum Hari Raya Idul Adha yang biasanya diikuti dengan peningkatan aktivitas jual beli hewan ternak.
DPKP DIY juga akan meningkatkan pengawasan secara ketat terhadap lalu lintas hewan ternak, terutama menjelang dan setelah pelaksanaan kurban. Langkah surveilans pra dan pasca kurban akan diintensifkan sebagai upaya pencegahan penyebaran antraks lebih lanjut. Sebagai langkah preventif tambahan, Surat Edaran (SE) Bupati Gunungkidul telah disiapkan dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan seluruh elemen masyarakat terhadap potensi penyakit menular zoonosis antraks.
Dalam SE tersebut, lalu lintas hewan ternak dari dan menuju dua daerah zona merah dilarang keras. Pemilik ternak yang berada di wilayah ring zona pengendalian diwajibkan untuk segera melakukan pengobatan dan vaksinasi terhadap hewan peliharaan mereka. Selain itu, larangan penjualan bangkai ternak dan konsumsi daging ternak yang sakit atau mati juga diberlakukan secara ketat, mengingat adanya tradisi brandu (pemberian daging ternak mati kepada tetangga) yang dapat mempercepat penyebaran antraks di wilayah Gunungkidul.
Syam Arjayanti mengingatkan masyarakat akan bahaya laten virus antraks yang dapat menyebar melalui spora. Spora ini memiliki kemampuan bertahan hidup yang luar biasa lama, bahkan hingga puluhan tahun, mencapai 40 hingga 60 tahun. “Kasus ini sering kali bermula dari ternak yang mati dengan gejala antraks tetapi tidak segera dikubur dengan benar, melainkan malah diberikan kepada tetangga,” tuturnya. Mengingat status DIY sebagai daerah endemis antraks, kewaspadaan tinggi dan tindakan pencegahan yang komprehensif menjadi sangat krusial untuk melindungi kesehatan masyarakat dan hewan ternak.
Redaksi Desa Merdeka
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.