Menu

Mode Gelap
Kemendes PDTT dan CTC Jalin Kerja Sama Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim IKADIN Lampung Dukung Penuh Aksi Cuti Bersama Hakim, Desak Kenaikan Gaji Indonesia Perangi Bencana: Dana Desa Ditujukan untuk Desa-Desa Rentan Iklim Gus Halim Didapuk Sebagai Bapak Bumdesa Bersama Lkd BUMDES Diajak Aktif dalam Program Makan Siang Gratis

PEMILU · 23 Jun 2023 21:10 WIB ·

Politik Uang Dalam Pemilu, Hal Lumrah Atau Upaya Pengebirian Hak-hak Rakyat ?


 Politik Uang Dalam Pemilu, Hal Lumrah Atau Upaya Pengebirian  Hak-hak Rakyat ? Perbesar

Oleh: Kartini Handayani

Anggota PPK Kecamatan Kemiri Purworejo 

Desamerdeka.Id: Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia mengamanatkan pada Bab VII pasal 22E tentang pemilihan umum. Pengertian pemilihan umum menurut UU NO 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 1 menyebutkan : Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Foto
Foto: Kartini Handayani, Anggota PPK Kecamatan Kemiri Purworejo Jawa Tengah

Di sebutkan dalam UU No 7 tahun 2017 tersebut, bahwa pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat. Artinya Rakyat pemegang kemerdekaan, pemegang tanggung jawab untuk memilih siapapun pemimpin dan atau wakil yang dikehendakinya.
Sarana penyuaraan kedaulatan rakyat tersebut adalah dengan pelaksanaan Pemilihan Umum atau yang sering disebut PEMILU, dan atau pemilihan Kepada Daerah atau yang sering disebut PILKADA.

 

Itulah kenapa pemilu dikenal dengan istilah pesta demokrasi rakyat. Mengapa disebut dengan pesta demokrasi rakyat, karena hak dan kewajiban sebagai rakyat itu digunakan dan dilaksanakan dengan nyata. Pada hari pemilihan baik pemilihan umum maupun pemilukada, rakyat bebas menggunakan haknya memilih yang menurutnya bisa menjadi wakilnya, bebas menentukan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpinnya.
Pesta demokrasi rakyat yang di Indonesia dilaksanakan setiap 5 tahun sekali menjadi pesta yang mengubah perputaran arus uang di pasar modal.

Menurut tayangan CNBC tanggal 24 Mei 2023 menyebutkan, Setidaknya, ada tiga kali tren bearish yang seolah membebani laju indeks saham untuk terbang. Di duga, ada dana jumbo yang memang tengah berusaha keluar dari pasar. Sejumlah sumber mengatakan para politisi disebut-sebut akan menjual saham untuk membiayai kebutuhan ongkos politik Pemilihan Umum 2024.

Aksi jual yang mengakibatkan tiga penurunan tajam IHSG itu terjadi pada Januari sebesar lebih dari 4% dalam sepekan perdagangan, lebih dari 5% dari tengah Februari hingga pertengahan Maret dan terakhir sejak 27 April hingga pekan lalu sebanyak 3,4%. Sejumlah sumber primer dari riset lapangan CNBC Indonesia Research menyebut ada faktor ‘duit panas’ politisi yang turut menjadi pemberat dibalik keluarnya Rp 550 triliun uang dari pasar saham pada tiga periode bearish itu.

Pertanyaan dari pernyataan ini adalah, apakah untuk dipilih sebagai wakil rakyat dan atau pemimpin rakyat, apakah memerlukan putaran dana yang luar biasa besar? Muhammad Ma’ruf Head of CNBC Indonesia Research mengatakan butuh dana jumbo untuk membiayai seseorang dalam kontestasi politik. Menariknya, modal jumbo politik 80% dibiayai oleh cukong atau penyandang dana.

Selain itu, banyak diantara politisi menggunakan instrumen investasi saham untuk melipat gandakan modal. Dan ini bukan dana untuk penyelenggaraan pemilu, tetapi dana untuk posisi, Presiden, Gubernur, Bupati, anggota DPR, DPR Provinsi, maupun DPR Kabupaten atau Kota.

Pertanyaannya adalah kenapa modal politik di Indonesia sangat besar?
Sistem politik Indonesia mengamanatkan bahwa partai politik menjadi satu-satunya pintu masuk bagi warga negara yang memenuhi persyaratan untuk diajukan sebagai calon anggota DPR/DPRD dan sistem proporsional terbuka turut berperan akan tingginya biaya politik. Sebab persaingan antar kandidat memaksa mereka untuk berperan aktif turun ke masyarakat menjaring suara untuk nama mereka dengan dana kampanye yang di kelola oleh pribadi calon kandidat. Artinya dengan kata lain politik uang sangat potensial terjadi.

Politik uang menurut Prof. Widodo guru besar Fakultas Hukum Unidha Malang dalam channel youtube Unidha Malang menyebutkan Politik uang bukanlah istilah hukum, akan tetapi merupakan istilah sosiologis untuk menunjuk pada penggunaan uang secara tidak sah oleh peserta Pemilu dan Pilkada untuk mempengaruhi pemilih dalam rangka memenangkan kontestasi politik dalam Pemilu dan Pilkada. Masih menurut Prof. Widodo pengertian politik uang Pengertian politik bisa dibedakan menjadi tiga.

Pertama: politik uang dalam pengertian yang luas yang artinya menggunakan uang itu secara tidak sah untuk mencapai kedudukan politik tertentu.

Kedua: politik uang dalam pengertian sempit yaitu penggunaan uang secara tidak sah oleh pihak-pihak tertentu untuk memenangkan dalam proses pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah.

Ketiga: politik uang dalam pengertian yang paling sempit yaitu penggunaan uang atau materi lain secara tidak sah untuk mempengaruhi pemilih agar memilih atau tidak memilih dalam rangka untuk memenangkan di dalam proses Pemilu maupun Pilkada.
Politik uang jalan ninja merebut kekuasaan.

Sistem politik pemilu proporsional terbuka membuka kran politik uang lebih deras. Sistem proporsional terbuka yaitu yang bahasa sederhananya mencoblos calon legislatif langsung dan yang terpilih adalah caleg dengan suara terbanyak Praktik ini membuka peluang yang sangat besar terjadinya poltik uang.

Mengapa hal itu terjadi,  sebab persaingan antar caleg di dalam partai itu sendiri sangatlah ketat. Sehingga calon legislatif bersama tim kampanyenya akan turun aktif ke masyarakat menjaring suara rakyat dengan segala cara.

Sistem pemilu di Indonesia saat ini melahirkan tuntutan ganda pada partai politik yang sangat dilematis. Partai politik memiliki tujuan untuk meraih kursi sebanyak-banyaknya di parlemen. Pemberlakuan Parlementery Treshold menuntut partai politik untuk minimal mencapai ambang batas tersebut agar tetap bisa duduk di DPR RI.

Usaha dari partai politik untuk mencapai tujuan tersebut adalah bagaimana menempatkan kader-kader terbaik partai agar partai dipilih oleh rakyat. Disisi lain Sistem pemilu yang menggunankan sistem proporsional terbuka membuka kran partai politik untuk memperoleh kursi sebanyak-banyaknya hanya melalui kader-kadernya yang memiliki modal besar agar terpilih oleh rakyat, dan tentunya mendongkrak suara partai.

Idealisme partai dalam pengkaderan dan pendidikan politik ke rakyat tergerus dengan sistem pemilu sekarang ini, karena semua partai berlomba-lomba mencari kursi sebanyak- banyaknya dan bagaimana caranya agar minimal Parlementry treshold tercapai.

Politik uang hal lumrah atau pengkebirian hak rakyat?
Persaingan antar calon legislatif baik di dalam partai sendiri dan atau persaingan antar partai menjerumuskan kontestan untuk mengambil langkah memberikan imbalan untuk setiap suara. Budaya jawa mengajarkan, memberi balik imbalan atas kebaikan yang diberikan.

Rasa Ewuh pekewuh yang tinggi di masyarakat, dimanfaatkan oleh kandidat untuk memperoleh suara. Wong ndeso tidak tahu visi misi, tidak perlu visi misi, yang penting kandidat meminta doa restu , dan atas doa tulusnya disampaikan terimakasih berwujud fisik, adalah bahasa tim kampanye untuk mencari suara. Keumuman budaya saling memberi ini, sekarang ini menjadi tuntutan yang terorganisir.

Saat ini masyarakat justru menantikan tim kampanye dalam membagikan uang ataupun barang. Bahkan masyarakat tidak sungkan untuk saling pamer, berapa amplop atau sumbangan yang telah mereka terima dari para calon kandidat.

Minimnya pengetahuan masyarakat dilindungi oleh partai politik yang hanya memiliki tujuan meraih kursi sebanyak-banyaknya. Pendidikan politik yang seharusnya menjadi tanggung jawab partai politik sudah dikesampingkan.

Pengaturan mengenai dana kampanye dalam sistem pemilu di Indonesia saat ini masih memungkinkan peluang politik uang terbuka lebar. Di dalam Undang-undang pemilihan umum hanya mengatur tentang besaran maksimal yang boleh diterima oleh partai politik. Padahal saat ini yang berjalan bukan partai politik tetapi calon anggota legislatif secara pribadi.

Selama regulasi peraturan perundang-undangan belum mengatur mengenai politik uang secara khusus, praktik pembelian suara atau politik uang akan terus berlangsung, dan artinya kedewasaan rakyat dalam demokrasi akan terus kerdil, karena hak pemilu yang luber jurdil akan terintervensi oleh politik imbal balik politik uang.

Follow WhatsApp Channel Desamerdeka.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Artikel ini telah dibaca 32 kali

badge-check

Jurnalis

Tinggalkan Balasan

Baca Lainnya

Rapat Koordinasi Memastikan Suasana Harmonis Jelang Pilkada Simalungun 2024

28 September 2024 - 12:22 WIB

KPU Simalungun Buka Pendaftaran Anggota KPPS Pilkada 2024

15 September 2024 - 11:24 WIB

Gubernur Sumbar Tekankan Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak 2024

1 September 2024 - 14:26 WIB

JKSPN Optimis Menangkan Budiyono-Novi di Pilkada Pati

31 Agustus 2024 - 16:49 WIB

Bawaslu Sangihe Bekali 167 PKD Hadapi Tantangan Pilkada 2024

31 Agustus 2024 - 05:07 WIB

Ketua Tanfiziyah PCNU Bone Bolango Ajak Warga Masyarakat Sukseskan Pilkada Aman dan Damai 2024

30 Agustus 2024 - 07:09 WIB

Trending di PEMILU