Menu

Mode Gelap
Dari Hoaks ke Harapan: Catatan Dua Hari Bimtek Literasi Informasi di Pekalongan PPID Desa Jadi Kunci Transparansi di Lombok Tengah Sumatera Barat Siap Jadi Green Province 2026, Targetkan Investasi Hijau Rp120 Triliun Peternakan Ayam Diduga Tanpa Izin Resahkan Warga Bekasi Mengubah Citra Petani, Memajukan Ekonomi Sumbar

NGOBROL DESA · 16 Jul 2025 19:41 WIB ·

Pemanfaatan Dana Ketahanan Pangan (Ketapang) oleh BUMDes


					Pemanfaatan Dana Ketahanan Pangan (Ketapang) oleh BUMDes Perbesar

Ngobrol Desa Edisi ke-70 [DESA MERDEKA] Pemanfaatan Dana Desa untuk program ketahanan pangan (Ketapang) telah menjadi amanat regulatif, khususnya dengan ketentuan bahwa minimal 20% Dana Desa setiap tahun harus dialokasikan untuk mendukung ketahanan pangan berbasis potensi lokal. Namun dalam praktiknya, tidak semua desa memiliki pemahaman dan pendekatan yang seragam. Inilah yang menjadi latar belakang diselenggarakannya forum diskusi daring pada Senin, 14 Juli 2025, dengan tajuk “Pemanfaatan Dana Ketapang oleh BUMDes”.

Pertemuan ini dipandu oleh Tim KODE Indonesia dan diikuti oleh pendamping desa, pengelola BUMDes, serta pegiat komunitas desa dari berbagai wilayah. Tujuan utama forum ini adalah menggali pemahaman bersama, berbagi praktik baik, serta menyusun rekomendasi pemanfaatan Dana Ketapang yang efektif, tepat sasaran, dan berpihak pada rumah tangga pra-sejahtera.

Ketidaksamaan Pemahaman: Sebuah Tantangan Awal

Diskusi dimulai dari pengalaman yang dibagikan oleh Pak Irfan dari Bangkawi, yang menyampaikan bahwa di wilayahnya, pendamping desa melarang kegiatan penggemukan sapi menggunakan dana Ketapang. Padahal, di beberapa desa lain, kegiatan serupa justru berjalan dengan dukungan pendamping. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pemahaman di lapangan, yang berpotensi menimbulkan kebingungan dan konflik tafsir antar pihak.

Merespons hal tersebut, KODE Indonesia menanyakan apakah larangan itu datang dari Pendamping Lokal Desa (PLD) atau dari pihak lain. Dari penelusuran, diketahui bahwa bukan regulasinya yang membatasi, tetapi justru karena ketidaksesuaian kegiatan dengan konteks desa tertentu. Artinya, bukan penggemukan sapinya yang dilarang, tetapi penerapannya harus sesuai dengan potensi dan kesiapan desa yang bersangkutan.

Penegasan Prinsip Lokalitas

Bu Liza, salah satu peserta aktif, menegaskan bahwa setiap desa memiliki keunikan dan prioritas yang tidak bisa digeneralisasi. Ia menyatakan bahwa ketika sebuah kegiatan tidak berjalan di satu desa, bukan berarti itu melanggar aturan, melainkan bisa jadi tidak cocok dengan kondisi desa tersebut. “Setiap kebijakan harus kembali ke konteks lokal. Tidak semua desa bisa ternak sapi, sebagaimana tidak semua desa cocok untuk budidaya lele atau hortikultura,” ujarnya.

Pernyataan ini menjadi dasar penting bahwa dalam implementasi Dana Ketapang, yang utama adalah kesesuaian dengan potensi lokal serta kebutuhan masyarakat yang paling rentan, yakni keluarga pra-sejahtera.

10 Rekomendasi Kegiatan BUMDes untuk Dana Ketapang

KODE Indonesia kemudian memaparkan daftar kegiatan usaha yang dapat menjadi referensi BUMDes dalam mengelola Dana Ketapang. Di antaranya:

  1. Pertanian produktif (padi, jagung, hortikultura),
  2. Peternakan rakyat (ayam, kambing, sapi komunal),
  3. Budidaya ikan (lele bioflok, mina padi),
  4. Toko tani atau lumbung pangan,
  5. Pengolahan hasil tani (gilingan, keripik, abon),
  6. Logistik dan distribusi pangan desa,
  7. Penyediaan saprotan (bibit, pupuk, pakan),
  8. Skema investasi sosial dan dana bergulir,
  9. Pelatihan & inkubasi (budidaya, gizi, olahan),
  10. Kemitraan program dengan CSR, KUR, dan lembaga lain.

Namun ditegaskan bahwa daftar ini bukan paket baku, melainkan inspirasi kegiatan yang tetap harus dipilih dan disesuaikan berdasarkan potensi dan kapasitas desa masing-masing.

Semangat Kebaikan di Tengah Perbedaan

Dalam suasana diskusi yang dinamis, muncul pesan inspiratif dari Bu Liza yang mengatakan:
“Sebaik-baiknya orang, pasti tidak disukai oleh setan. Jadi tetaplah berbuat kebaikan untuk mendapatkan ridho Allah SWT.”
Ungkapan ini disambut positif oleh peserta lain seperti Arif dari Sukoharjo dan Imanudin dari Patikraja, yang menyebut bahwa kalimat tersebut memberi penguatan moral bagi para pegiat desa agar tetap fokus bekerja dengan niat lurus, meskipun seringkali menghadapi dinamika dan tekanan lapangan.

Liza menambahkan bahwa pesan moral tersebut penting untuk menjaga semangat keberpihakan pada masyarakat miskin desa, terutama ketika program desa dipertaruhkan oleh tafsir administratif semata.

Kesimpulan dan Arah Tindak Lanjut

Forum menyepakati bahwa perbedaan pemahaman di lapangan tidak boleh dipandang sebagai persoalan regulasi semata, melainkan sebagai refleksi dari keragaman kondisi objektif desa. Oleh karena itu, implementasi Dana Ketapang harus berbasis pada:

  • Potensi dan sumber daya lokal,
  • Kebutuhan rumah tangga pra-sejahtera,
  • Kapasitas kelembagaan BUMDes dan desa.

Kegiatan yang direkomendasikan mencakup inovasi seperti:

  • Budidaya pekarangan berbasis bagi hasil,
  • Tabungan pangan komunitas,
  • Dapur sehat berbasis swadaya,
  • Pelatihan gizi dan pengolahan pangan lokal.

KODE Indonesia: Siap Mendampingi

Sebagai bagian dari tindak lanjut konkret, KODE Indonesia menyatakan kesiapan untuk mendampingi desa dan BUMDes melalui:

  • Penyusunan proposal kegiatan Ketapang,
  • Penyusunan data keluarga miskin berbasis SDGs Desa,
  • Penyediaan modul pelatihan usaha pangan skala rumah tangga,
  • Penyusunan format Perdes penyertaan modal Ketapang ke BUMDes.

Langkah-langkah ini ditujukan untuk memastikan bahwa Dana Ketapang benar-benar menyasar mereka yang membutuhkan, serta dikelola secara produktif dan berkelanjutan oleh BUMDes.

Penutup: Pangan sebagai Jalan Keadilan

Diskusi ini menegaskan bahwa ketahanan pangan bukan sekadar soal produksi, tetapi juga soal keadilan dan keberpihakan. Dana Ketapang adalah peluang emas untuk membangun ekonomi desa dari bawah, dengan BUMDes sebagai motor penggeraknya. Namun semua itu hanya bisa terwujud jika ada harmonisasi pemahaman, kepekaan terhadap realitas lokal, dan semangat kolaborasi antarpihak.

Follow WhatsApp Channel Desamerdeka.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Artikel ini telah dibaca 297 kali

Tinggalkan Balasan

Baca Lainnya

TPP Terlalu “Seksi” untuk Tidak Dipolitisasi: Alarm dari Ngobrol Desa 119

22 September 2025 - 10:30 WIB

Kunci Sukses BUMDes: Inovasi dan Koordinasi Kuat

13 Agustus 2025 - 06:53 WIB

Koperasi Desa Merah Putih ‘Tour de Java’, Perkuat Ekonomi Lokal

25 Juli 2025 - 22:11 WIB

PMK 49/2025: Pinjaman Koperasi Desa, Strategi & Risiko

25 Juli 2025 - 21:05 WIB

“Satu Data Desa”: Beban atau Solusi? Curhat Perangkat Desa

25 Juli 2025 - 20:09 WIB

Koperasi Desa Merah Putih: Prabowo Ajak Lawan ‘Serakah-nomik’

25 Juli 2025 - 19:17 WIB

Trending di NGOBROL DESA