Padang, Sumatera Barat [DESA MERDEKA] – Ranah Minang, dengan filosofi luhurnya Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), kembali dihadapkan pada dinamika politik yang menarik perhatian publik. Perhatian kini tertuju pada Taufiqur Rahman, putra Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, yang baru-baru ini resmi memegang tampuk kepemimpinan Dewan Pimpinan Wilayah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sumbar. Penunjukan ini mencerminkan pergulatan nilai antara arus modernitas politik dengan akar budaya dan agama yang telah lama menjadi pondasi masyarakat Minangkabau.
Filosofi ABS-SBK adalah tiang utama yang mewarnai kehidupan sosial dan politik di Ranah Minang. Prinsip ini secara tegas menyatakan bahwa adat tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, dan sebaliknya, syariat yang diterapkan harus sesuai dengan konteks kearifan lokal. Dengan demikian, politik di Minangkabau bukan semata-mata urusan kekuasaan, melainkan harus senantiasa berlandaskan nilai agama dan budaya untuk menjaga keharmonisan sosial.
Kehadiran Taufiqur Rahman di PSI, sebuah partai yang dikenal progresif dan kerap diasosiasikan dengan ideologi modern, menimbulkan pertanyaan kritis. Perpindahan afiliasi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang dikenal mengusung nilai-nilai Islam konservatif, menjadi perdebatan hangat. Apakah pergeseran ideologi ini mengindikasikan pengabaian terhadap nilai-nilai fundamental Minangkabau, ataukah justru merupakan bentuk adaptasi cerdas untuk menafsirkan ABS-SBK secara lebih fleksibel, tanpa mengorbankan substansinya?
Generasi muda Ranah Minang seperti Taufiqur berada di persimpangan antara menjaga warisan leluhur dan membuka ruang bagi pembaruan yang sesuai dengan tantangan zaman. Sejarah telah membuktikan bahwa tradisi Minangkabau adalah sistem nilai yang dinamis, yang mampu beradaptasi selama identitasnya tetap utuh.
Kepemimpinan Taufiqur Rahman di PSI Sumbar adalah sebuah ujian integritas dan peluang besar. Ujian karena ia harus mampu menyeimbangkan tuntutan politik modern yang progresif dengan keterikatan mendalam pada nilai-nilai adat dan agama. Peluang karena jika berhasil, ia akan menjadi simbol bahwa politik yang berorientasi masa depan dapat berjalan seiring dengan identitas budaya dan keimanan. Keberhasilan kepemimpinan ini memerlukan komitmen mendalam bahwa ABS-SBK bukan hanya slogan, melainkan pedoman utama dalam setiap pengambilan kebijakan dan tindakan politik.
Masyarakat Minangkabau memegang peran penting dalam mengawal proses ini. Dialog berkelanjutan antar generasi—antara tokoh adat, ulama, dan kaum intelektual—harus terus dikembangkan agar pembaruan politik tetap berada dalam koridor kearifan lokal. Ruang bagi inovasi pemimpin muda perlu dibuka, namun harus tetap diawasi untuk memastikan nilai-nilai luhur tidak terkikis oleh dinamika perubahan.
Dalam perspektif adat, pemimpin adalah nahkoda yang bertanggung jawab menjaga arah kapal bangsa. Taufiqur Rahman harus mampu memimpin Sumbar agar tetap kokoh di jalur perubahan tanpa kehilangan kendali atas jati diri. Kepemimpinan yang hanya mengejar kekuasaan tanpa berpegang pada nilai ABS-SBK berisiko kehilangan pijakan dan kepercayaan rakyat. Penunjukannya menandai babak baru dalam sejarah politik Ranah Minang, sebuah babak di mana tradisi dan agama diuji serta diperkuat dalam bingkai politik modern yang inklusif.

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.