Bantaeng (DESA MERDEKA) : Sistem pendidikan nasional secara umum di sebutkan sebagai pengembanagan potensi bagi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis sebagaimana yang di atur dalam pasal 3 undang-undang sisdiknas no 20 tahun 2003. Tetapi bagaimana jika hal tersebut di selenggarakan oleh masyarakat secara sukarela karena simpati dan prihatin atas keberadaan anak-anak di kampung-kampung tentang pembinaan mental kerohanian membentuk karakter anak yang jujur, disiplin, adil dan murah hati???
Awak media mencoba menelusuri sebuah tempat TPA 11/9/2023 di bilangan Banyorang Kecamatan Tompobulu Bantaeng, sebuah tempat yang menampung anak-anak sedikitnya 50 orang santri yang di hadapi 5 orang pembina. Syamsul Bahri yang akrab di sebut pak Ancu merangkap selaku ketua menuturkan bahwa kalau tidak salah ingat, mulai tahun 2012 TPA yang di beri nama Al-Ikhlas ini sedikitnya sudah ratusan santri telah tamat di wisuda dan meninggalkan tempat karena memang telah selesai maupun karena sudah dewasa sehingga tidak lagi aktif mengikuti kajian sebagaimana biasanya. TPA ini Sejak tahun 2012 telah 3 kali berpindah tempat yang di awali di masjid, kolom rumah dan sekarang di sebuah tempat pinjaman dari warga, ujarnya. Pembinaan yang di lakukan antara lain belajar baca tulis huruf hijaiyah (Iqra) Mengaji dasar karena memang pemula dan masih berusia rata-rata 7 hingga 10 tahun, tata cara sholat, berdakwah, belajar do’a harian serta kajian lainnya yang berhubungan ke sholehan dan menghindari diri dari segala bentuk tindakan yang bisa merugikan diri sendiri, keluarga dan orang lain seperti yang marak terjadi akhir-akhir ini yakni tindakan pembusuran yang pelakunya selalu di bawah umur, maka peran TPA dalam hal ini sangat sensitif dalam menciptakan generasi yang disiplin dan berakhlak, menanamkan nilai-nilai kebaikan sejak dini untuk meminimalisir terbentuknya karakter tercela di kemudian hari, tambahnya menjelaskan. Di tanya tentang insentif yang di terimanya dia mengatakan banyak pembina yang sudah berhenti dan pergi merantau namun kami berusaha mencari penggantinya yang biasa dan pandai mendidik untuk mempertahankan TPA ini, terkait insentif kami hanya menerima 100 ribu perbulan sehingga atas kesepakatan masyarakat orang tua santri terpaksa di mintai iyuran 15 ribu persantri u ntuk menambah penghasilan pembina yang rata-rata masih bersekolah dan kuliah. Khusus di Tompobulu ini puluhan TPA yang sama tak berbeda dengan apa yang kami alami, tuturnya menjelaskan.
Melihat banyaknya krisis moral yang ada saat ini tentu ada suatu solusi terbaik untuk menyelamatkan karakter generasi penerus bangsa. Sebagai bangsa yang mayoritas muslim maka pendidikan keagamaan dan akhlak dapat dimulai sejak dini. Pendidikan religi anak usia dini dapat dilakukan secara informal melalui keluarga maupun lingkungan sosial masyarakat, salah satunya melalui Taman Pendidikan Al-Quran (TPA/TPQ) namun untuk memperlancar lajunya kegiatan maka campur tangan pemerintah senantiasa di harapkan. Keberadaan anak-anak kita adalah Tanggung jawab bersama untuk menciptakan pendidikan yang berkwalitas serta membangun karakter generasi handal di masa yang akan datang.
Hasan Habibu Lahir di Bantaeng Sulawesi Selatan 1 Januari 1975.
Pendidikan S1 STAI Al-furqan Makasar / Jurusan Pendidikan Agama Islam. lulus tahun 2016
Selain sebagai Pendamping Lokal Desa beberapa Organisasipun terlibat di dalamnya, DA’I KAMTIBMAS POLRES BANTAENG bidang KOMUNIKASI ANTAR LEMBAGA, FORUM DA’I POLSEK TOMPOBULU SBG PENASEHAT, IKATAN PELAJAR MUHAMNADIYAH SBG ANGGOTA.
Beberapa penghargaan di raih seperti juara terbaik dua Tingkat Kabupaten Bantaeng Sebagai Tim Pengelolah Kegiatan / TPK 2011. Penghargaan Kapolres sebagai Relawan Covid-19 tahun 2020.
Penghargaan MPR RI dalam sosialisasi Pancasila dan UUD 45 Negara kesatuan RI dan bhinneka tunggal Ika tahun 2011. Dll
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.