Desamerdeka.id: Ditengah riuhnya wacana pemberlakuan sistem pemilu legislatif dengan model Proporsional Tertutup mengejutkan berbagai kalangan, Khususnya para caleg yang tengah berjuang untuk merebut kursi legislatif. Pro kontra menjadi warna tersendiri yang cukup menguras perhatian dan pemikiran.
Ditengah dinamika dan spekulasi opini masyarakat, Abdul Kholik alumni PMII yang Saat ini menjadi anggota DPD RI dapil Jateng tidak tinggal diam, dalam diskusi di forum alumni PMII Banyumas beliau memberikan tanggapan yang cukup adil. Menurutnya akar persoalannya justru ada di Mahkamah Konstitusi itu sendiri
“Menarik diskusi tentang sistem, sekedar info, masalahnya justru ada di Mahkamah Konstitusi (MK). sebagai muara yang meligitimasi regulasi”
Berikut Lima poin penting pandangan Abdul Kholik terkait dinamika sistem pemilu legislatif:
1. Masalah sistem Pemilu itu masuk politik legislasi DPR.
2. DPR sejak Pemilu 2004 melakukan upaya gradual.menuju dari sistem tertutup ke terbuka. Saat itu no urut berlaku, tetapi kalo ada Caleg dapat 100 Persen BPP jadi, dan nomor urut tidak berlaku.
3. Pemilu 2009, menjadi Caleg dapat suara 30 persen BPP jadi terpilih, no urut tidak berlaku. Dalam skema DPR tahun 2014 baru terbuka penuh (suara terbanyak).
4. MK (jaman Prof Mahfud) tahun 2009, memutuskan suara terbanyak berlaku dengan dalih tidak adil caleg yg dapat dukungan rakyat lebih banyak tidak jadi.
5. Kini kalau MK mau mengubah lagi putusan dan kembali ke nomor urut selain tidak konsisten juga merusak tatanan yg sudah berjalan.
“Selain itu, model proporsional tertutup juga yang merusak skenario gradual sistem Pemilu DPR , dan itu akibat MK masuk ranah politik legislasi yang harusnya dibahas dan diputuskan DPR” Pungkasnya
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.