Jakarta [DESA MERDEKA] Ribuan pendamping desa yang tergabung dalam Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa memprotes Surat Keputusan (SK) pengangkatan baru dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDT). Mereka merasa SK tersebut mengancam mata pencaharian mereka.
“Kami merasa dirugikan oleh Kemendes PDT melalui SK Pengangkatan TPP yang baru. Banyak dari kami yang tidak diperpanjang kontraknya tanpa alasan yang jelas,” ujar Koordinator Paguyuban TPP se-Indonesia, Ahmad Faiz, dalam keterangan tertulis, Selasa, 4 Maret 2025.
Faiz menjelaskan bahwa SK tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri Desa (Kepmendes) Nomor 143 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat. Menurut aturan tersebut, pemberhentian hanya dapat dilakukan jika pendamping desa mendapat nilai D dalam evaluasi kinerja (evkin) sebanyak tiga kali dalam 12 bulan terakhir.
“Hasil evkin kami yang dikeluarkan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Kemendes PDT pada 7 Oktober 2024 menunjukkan tidak ada yang mendapat nilai D. Kami juga tidak pernah melanggar aturan,” tegasnya.
Selain itu, beberapa pendamping desa mengaku mendapat sanksi demosi (penurunan jabatan) tanpa alasan yang jelas. Faiz menduga kebijakan ini bermotif politis untuk menyingkirkan pendamping desa lama dan menggantinya dengan orang baru.
Kecurigaan ini diperkuat dengan kebijakan Kepala BPSDM Kemendes PDT yang menyatakan bahwa pendamping desa yang pernah menjadi calon legislatif (caleg) dan tidak mengundurkan diri atau cuti tidak akan diperpanjang kontraknya, meskipun nama mereka tercantum dalam SK perpanjangan.
Faiz menyebut sekitar 3.000 pendamping desa terdampak kebijakan ini. Hal ini dinilai bertentangan dengan komitmen Presiden terpilih, Prabowo Subianto, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperluas lapangan kerja.
“Menteri Desa PDT justru mengurangi lapangan kerja. Profesi ini adalah satu-satunya sumber penghidupan kami,” keluhnya.
Paguyuban TPP se-Indonesia menuntut Kemendes PDT untuk memberikan kejelasan terkait kebijakan ini. Mereka juga meminta agar SK tersebut dibatalkan dan diganti dengan SK baru yang mencantumkan nama-nama mereka seperti semula.
Redaksi Desa Merdeka
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.