Jakarta [DESA MERDEKA] – Perkumpulan Pendamping Desa Indonesia (Pertepedesia) berencana menggugat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Langkah ini diambil sebagai respons atas pemecatan sepihak ribuan tenaga pendamping profesional (TPP) desa di berbagai wilayah Indonesia.
Pertepedesia menilai Kemendesa PDTT tidak memberikan ruang klarifikasi yang cukup kepada para anggota yang diberhentikan. Pemecatan ini diduga terkait dengan keikutsertaan para pendamping desa dalam Pemilu 2024 sebagai calon anggota legislatif (caleg).
“Pertepedesia saat ini mengkaji secara serius untuk membawa kasus ini ke jalur hukum, baik ke PTUN maupun menyiapkan pengaduan kepada Presiden terpilih, Prabowo Subianto,” ujar Sekretaris Jenderal Pertepedesia, Bahsian Micro, pada Selasa (4/3/2025).
Bahsian menjelaskan bahwa kebijakan pemberhentian TPP yang didasarkan pada status mantan caleg menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian. Menurutnya, kebijakan ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
“Kebijakan penghentian kontrak TPP ini melanggar prinsip hak atas pekerjaan yang dijamin oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan. Penghentian ini akan memicu pengangguran baru yang tidak perlu,” tegasnya.
Pertepedesia juga menilai kebijakan ini bersifat diskriminatif karena menggeneralisasi bahwa semua mantan caleg berpotensi memiliki konflik kepentingan, tanpa mempertimbangkan integritas dan rekam jejak individu.
“Anggota Pertepedesia maju sebagai caleg tidak semata-mata karena persoalan kekuasaan, tetapi juga didorong oleh keinginan untuk memperjuangkan desa mereka di ruang politik,” tambah Bahsian.
Penghentian massal TPP dikhawatirkan akan mengganggu program pembangunan desa yang sedang berjalan, terutama di daerah tertinggal. Para pendamping desa yang dipecat adalah tenaga berpengalaman dengan masa kerja 4-8 tahun.
“Kebijakan Kemendesa PDTT ini mengancam pembangunan karena desa akan kehilangan tenaga pendamping yang berpengalaman dalam melakukan advokasi program pembangunan desa. Padahal, berbagai program prioritas Presiden Prabowo, seperti swasembada pangan, bertumpu di kawasan pedesaan,” jelas Bahsian.
Pertepedesia mendesak Kemendesa PDTT untuk mencabut kebijakan penghentian massal TPP dan akan terus memberikan pendampingan hukum kepada para TPP yang terdampak.
“Pertepedesia berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak TPP dan memastikan bahwa pembangunan desa dapat berjalan dengan adil dan berkelanjutan. Kami berharap langkah hukum ini dapat menjadi momentum untuk memperbaiki sistem dan kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan masyarakat desa,” pungkasnya.

Team Redaksi Untuk Kiriman Rilis Berita
Email : mydesamerdeka@gmail.com
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.