Opini [DESA MERDEKA] – PT PLN (Persero) mengalokasikan dana sebesar Rp 3,6 triliun dalam rangka mempercepat perluasan akses listrik ke ribuan desa yang hingga kini masih belum teraliri listrik. Anggaran ini dipakai untuk menyambungkan listrik ke total 5.700 desa di seluruh Indonesia — wilayah yang telah dipetakan memerlukan sambungan baru.
Menurut Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, alokasi tersebut bersumber dari Anggaran Biaya Tambahan (ABT) melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan merupakan bagian program pemerintah untuk mencapai pemerataan akses listrik. “Dengan tambahan Rp 3,6 triliun, kami berharap dapat menyambung 10.068 lokasi di desa-desa yang selama ini belum teraliri,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama DPR RI Komisi VI tanggal 20 November 2025 lalu.
Hingga saat ini, dari target 5.700 desa, baru sekitar 1.068 lokasi yang berhasil dipasangi aliran listrik — menyisakan ribuan desa lain yang masih menunggu giliran. PLN menyatakan bahwa program ini juga meliputi sambungan gratis bagi rumah tangga kurang mampu, sebagai bagian dari komitmen pemerintah terhadap pemerataan kesejahteraan. Biaya sambungan di wilayah perkotaan bahkan bisa ditekan hingga sekitar Rp 1 juta per rumah tangga, karena jaringan distribusi lebih efisien.
Dengan rencana tersebut, PLN menargetkan rasio elektrifikasi desa meningkat signifikan dan berharap seluruh desa dapat teraliri listrik secara merata dalam jangka menengah. Percepatan ini dinilai krusial untuk mengurangi kesenjangan akses energi, mendorong pembangunan ekonomi lokal, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di desa-desa remot.
Tercatat bahwa hingga akhir 2024, rasio desa berlistrik nasional hampir mencapai sempurna yakni 99,92 persen. Artinya, dari 83.693 desa/kelurahan di seluruh Indonesia, hampir semuanya telah memiliki akses listrik. Dari jumlah itu, 77.942 desa mendapatkan listrik dari PLN langsung, sementara sisanya diinisiatif melalui listrik non-PLN atau program lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE).
Dalam pelaksanaan program ini saja, sepanjang 2024 PLN berhasil menyalurkan listrik ke 951 desa baru, yang mencakup sambungan untuk 103.249 rumah tangga. Infrastruktur distribusi yang dibangun meliputi 4.438 km jaringan tegangan menengah, 3.625 km jaringan tegangan rendah, serta penambahan gardu distribusi dengan total kapasitas mencapai 94.545 kVA.
Meski capaian sangat besar, pemerintah dan PLN bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap menargetkan pelistrikan untuk seluruh desa yang tersisa. Berdasarkan data terbaru, per September 2025 terdapat sekitar 5.758 desa dan sekitar 1,2 juta rumah tangga yang masih menunggu sambungan listrik penuh khususnya di daerah dengan akses terbatas seperti wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Target penyelesaian ditetapkan hingga 2029 melalui program Listrik Desa (Lisdes).
Dengan data dan capaian tersebut, partisipasi legislatif (DPR), pemerintah pusat melalui ESDM, dan pelaksanaan operasional PLN bisa dibilang berada pada jalur percepatan yang nyata. Komitmen anggaran, regulasi, dan implementasi telah membawa jauh banyak desa dari status gelap ke terang dan mendekatkan Indonesia ke target elektrifikasi 100%. Namun demikian untuk mewujudkan target ini bukan suatu perkara yang mudah dan sejumlah tantangan harus dihadapi oleh PLN untuk merealisaiskannya.
Tantangan pertama yang dihadapi PLN adalah kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam. Sebanyak 7.000 lebih desa berada di wilayah 3T—tertinggal, terdepan, dan terluar—seringkali terpencar di pulau kecil, pegunungan terjal, hingga lembah yang tak memiliki akses transportasi memadai.
Pengiriman material seperti tiang listrik, kabel, hingga transformator membutuhkan biaya dan waktu yang lebih besar dibandingkan daerah perkotaan. Selain itu, beberapa desa menjadi rawan bencana seperti banjir, longsor, dan gempa, yang membuat pembangunan jaringan harus dirancang lebih kokoh dan mahal. Tantangan geografis ini membuat realisasi elektrifikasi kerap melampaui jadwal teknis yang telah disusun.
Di sisi lain, tantangan pembiayaan juga menjadi krusial. Meskipun PLN telah menyiapkan Rp3,6 triliun untuk 2025, kebutuhan investasi elektrifikasi desa secara nasional masih jauh lebih besar. Berdasarkan perhitungan internal PLN, biaya memfasilitasi listrik di satu desa terpencil bisa mencapai lima hingga sepuluh kali lipat dari desa biasa. Selain itu, PLN masih dibebani kewajiban pelayanan publik (PSO), margin terbatas, serta kebutuhan untuk terus memperbaiki keuangan perusahaan.
Dengan meningkatnya kebutuhan energi nasional, PLN harus mengelola investasi baru ini tanpa mengganggu stabilitas finansial perusahaan dan target penurunan emisi.Namun demikian, walaupun menghadapi tantangan terdapat berbagai peluang juga yang terbuka untuk melancarkan program elektrifikasi ini.
Kemajuan teknologi energi terbarukan seperti PLTS komunal, microgrid, hybrid diesel–solar, dan battery energy storage system (BESS) memungkinkan desa-desa terpencil mendapatkan listrik tanpa menunggu jaringan transmisi ekstra panjang. Program green financing, dukungan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB), World Bank, dan skema Just Energy Transition Partnership (JETP) memberi peluang sumber dana baru yang kompatibel dengan agenda transisi energi Indonesia.
Pemerintah daerah pun mulai didorong untuk terlibat melalui skema dana desa dan kerja sama investasi daerah. Jika dukungan regulasi, pembiayaan, dan teknologi berjalan serempak, target pemerataan listrik 100 persen di seluruh desa Indonesia pada 2025 bukan hanya ambisi, tetapi tujuan yang realistis.
Upaya PLN memperluas elektrifikasi desa pada 2025 sejatinya merupakan bagian dari implementasi Astacita Prabowo–Gibran, khususnya agenda pemerataan pembangunan, keadilan sosial, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. Listrik menjadi fondasi dasar bagi transformasi ekonomi perdesaan—mulai dari pendidikan, kesehatan, digitalisasi layanan publik, hingga produktivitas usaha mikro.
Dengan menerangi desa-desa yang selama ini tertinggal, pemerintah ingin memastikan tidak ada warga yang terlepas dari arus pembangunan nasional. Ini sejalan dengan mandat Astacita untuk memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendorong inklusivitas pertumbuhan ekonomi.
Lebih jauh, keberhasilan program ini juga menegaskan arah pemerintahan baru yang bertumpu pada pemerataan, bukan sekadar pertumbuhan. Elektrifikasi desa menjadi batu loncatan bagi percepatan industrialisasi pedesaan, pengembangan food estate, pertanian modern, hingga UMKM berbasis teknologi.
Melalui dukungan investasi Rp3,6 triliun dan kerja lintas kementerian, target PLN untuk menerangi ribuan desa bukan sekadar proyek infrastruktur, tetapi kontribusi strategis untuk memenuhi visi besar Astacita: menjadikan Indonesia negara maju yang kuat, modern, dan berkeadilan. Jika program ini dirawat secara konsisten, desa-desa Indonesia akan menjadi pusat energi baru bagi kemajuan ekonomi nasional.

Penggiat Literasi dan ASN Kemenkeu RI

















Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.