Menu

Mode Gelap
Kemendes PDTT dan CTC Jalin Kerja Sama Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim IKADIN Lampung Dukung Penuh Aksi Cuti Bersama Hakim, Desak Kenaikan Gaji Indonesia Perangi Bencana: Dana Desa Ditujukan untuk Desa-Desa Rentan Iklim Gus Halim Didapuk Sebagai Bapak Bumdesa Bersama Lkd BUMDES Diajak Aktif dalam Program Makan Siang Gratis

OPINI · 10 Agu 2023 23:00 WIB ·

Petak 63A: Kisah Petani Hutan Melawan Ketidakpastian di Selatan Malang


 Petani hutan Bpk fahrudin Perbesar

Petani hutan Bpk fahrudin

Malang (DESA MERDEKA) – Di lereng pegunungan Malang, terhampar kisah inspiratif para petani hutan di kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Petak 63A, Desa Tambakasri, Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Dulunya, kawasan ini gersang akibat kebakaran hebat di tahun 1982. Namun, dengan kegigihan dan semangat gotong royong, masyarakat berhasil menghijaukan kembali hutan ini dengan berbagai tanaman seperti kopi, cengkeh, petai, manggis, dan durian.

Sejak tahun 1988, para petani di sekitar Petak 63A bahu-membahu menghijaukan kembali kawasan hutan yang dulunya tandus. Mereka sadar bahwa hutan tak hanya berperan sebagai penjaga dan resapan air, tetapi juga sumber kehidupan dan ekonomi.

Pada tahun 1998, atas dasar kesadaran bersama, masyarakat menjalin kerjasama dengan Perum Perhutani untuk mengelola kawasan hutan secara berkelanjutan dengan pola bagi hasil. Kesepakatan ini memberikan ketenangan bagi para petani hutan dan membuka harapan akan masa depan yang lebih sejahtera.

Namun, seiring waktu dan perubahan regulasi, pengelolaan HTR Petak 63A kembali diliputi ketidakpastian. Pada tahun 2007, kawasan ini ditetapkan sebagai Hutan Lindung, dan pola pengelolaan pun berubah menjadi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) melalui LKDPH (Lembaga Kesatuan Desa Hutan).

Tanaman tutupan kopi, cengkeh, alpukat

Meskipun pola PHBM memberikan keleluasaan bagi masyarakat dalam mengelola hutan, namun regulasi yang kompleks dan kurangnya kejelasan informasi seringkali menjadi kendala. Hal ini membuat para petani hutan merasa resah dan terhambat dalam mengembangkan usahanya.

Di tahun 2021, angin segar kembali berhembus dengan program Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHP) yang diusung pemerintah. Program ini menawarkan solusi pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan dan berpihak pada masyarakat, dengan slogan “Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera”.

Kawasan petak 63A dilihat dari Google earth

Para petani hutan di Petak 63A menyambut antusias program IPHPS ini. Mereka berharap program ini dapat memberikan kepastian hukum dan akses yang lebih mudah dalam mengelola hutan.

Namun, di tengah euforia IPHPS, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi para petani hutan. Salah satunya adalah beban pajak yang harus dibayarkan.

Fahrudin, salah satu petani hutan, mengungkapkan keresahannya. “Kami heran, mengapa pihak terkait seakan masa bodoh dengan beban pajak yang harus kami bayar. Padahal negara butuh pajak untuk membangun, untuk membayar abdi negaranya, termasuk untuk membayar para pihak terkait di kehutanan. Kami ingin secepatnya diberikan akses untuk bisa membayar pajak dari penggarapan hutan,” ujarnya.

Kemiringan kawasan petak 63a kisaran 45-65 derajat

Fahrudin juga menekankan pentingnya mempertimbangkan kemampuan dan situasi para petani hutan dalam menentukan besaran pajak. “Jangan sampai pajak menjadi beban yang memberatkan dan menghambat usaha kami,” tambahnya.

Kisah para petani hutan di Petak 63A mencerminkan kompleksitas pengelolaan hutan di Indonesia. Di satu sisi, pemerintah ingin menjaga kelestarian hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat perlu mendapatkan kepastian hukum, akses yang mudah, dan kemudahan dalam mengelola hutan.

Program IPHPS menawarkan solusi yang menjanjikan, namun masih ada banyak hal yang perlu dibenahi agar program ini dapat berjalan efektif dan mencapai tujuannya. Diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah, pihak terkait, dan masyarakat untuk mewujudkan “Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera” yang sejalan dengan prinsip “Hutan Subur Rakyat Makmur”.

Follow WhatsApp Channel Desamerdeka.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Artikel ini telah dibaca 126 kali

badge-check

Jurnalis

Tinggalkan Balasan

Baca Lainnya

Pentingnya Menjaga Netralitas Ormas Agama Dalam Kontestasi Pilkada

28 Oktober 2024 - 00:53 WIB

Pembangunan Desa Berbasis Dampak: Mewujudkan Desa Mandiri Berkelanjutan

25 September 2024 - 10:56 WIB

BPD Berperan Penting Awasi Pengangkatan Perangkat Desa, Ketua PABPDSI Simalungun Beri Dukungan Penuh

10 September 2024 - 09:29 WIB

Pilkada Simalungun 2024: 79 Hari Menuju Gelaran Buram?

8 September 2024 - 09:40 WIB

Muna Barat di Ambang Krisis Demokrasi: Dominasi Satu Figur dan Dilema Kotak Kosong

22 Agustus 2024 - 15:28 WIB

Muna Barat Berusia 10 Tahun: Dari Embrio Menuju Masa Depan Gemilang

23 Juli 2024 - 21:15 WIB

Trending di OPINI