Menu

Mode Gelap
Persidei Siap Tempur di Liga 4 Papua Tengah, Optimis Raih Prestasi AKPERSI Usut Dugaan Perampasan Lahan oleh PTPN IV, Bawa Bukti ke Kejagung Dharmasraya Kembangkan 52 Produk Unggulan dengan Program Nagari Tematik 11 Desa di PALI Terendam Banjir, Polisi Siaga Evakuasi dan Koordinasi Bantuan Program Sejahtera dari Desa Lombok Barat: Bukan Bagi Uang, Tapi Pengembangan Potensi Desa

OPINI · 6 Mei 2023 20:56 WIB ·

Merah Hujau Kebangsaan


					Merah Hujau Kebangsaan Perbesar

DESAMERDEKA.ID – Joko Koentono : Di tengah gejolak politik dalam negeri yang rumit dan konfrontasi Malaysia – Indonesia, 1964, dua orang anggota KKO (sekarang : Marinir) gugur di tiang gantung. Sentimen anti Malaysia yang, oleh Bung Karno disebut sebagai antek NEKOLIM telah menyebar, bagai virus, ke mana-mana. Di Jawa Timur, menyebut karakteristik KKO / Marinir kesayangan mereka, dalam kiasan MERAH-HIJAU.

MERAH di situ mengandung arti ‘Nasionalisme Soekarno’. HIJAU merupakan tengara warna seragam TNI – dalam hal ini KKO / Marinir. Semacam penegasan bagaimana KKO / Marinir merupakan garda loyalis Soekarno. Hal itu dipertegas melalui pernyataan komandannya, kala itu : “Merah kata Soekarno, Merah kata KKO”.

Di sisi lain, kelompok Nasionalis Soekarno, sosialisme progresif dan komunisme sedang berada pada posisi head to head di hadapan garis-garis loyalis Masyumi. Peristiwa 1965 membawa perubahan besar pada bentuk dan iklim perpolitikan Indonesia. Relasi kebangsaan antara MERAH-HIJAU dalam konteks Soekarnois- Komunisme dan Masyumi semakin meruncing. Korban berjatuhan. Satu juta jiwa, atau lebih, meregang nyawa secara mengenaskan.

Awal 1980, menjadi pelengkap peristiwa 1978 : Normalisasi Kehidupan Kampus – upaya pembungkaman ekspresi politik di lingkungan kampus diberlangsungkan. Di situ muncul tengara MERAH-HIJAU baru mewakili penanda adanya polarisasi di tubuh TNI : Kristen – Islam. Lebih dari sekedar tengara kubu A dan B, kemudian berkembang menjadi simpul polarisasi sosio-kultural yang dihidupkan, oleh pemerintah Orde Baru. Masih laku dijual sampai saat ini. Memanasnya relasi Cebong-Kampret, demikian mudah dibaca, bersumber dari skema itu.

1995, bersal dari pernyataan Gus Dur pada Muktamar NU di Situbondo, 1984, muncul artikulasi MERAH-HIJAU beda, sebagai tengara karakteristik NU sebagai entitas Islam-Nasionalis atau Naslionalis-Islam. Di satu sisi Gus Dur, melalui perlambangan ‘semangka’ – tengara visual lain tentang ‘merah-hijau’ : luarnya ‘hijau’ namun dalamnya ‘merah’ ingin menyelamur (upaya mengurangi) resistensi ‘merah-hijau’ dalam tengara TNI Kristen- dan TNI Islam’. Sementara Mudrik Sangidu, di Solo, kembali menarik ke arah praksis menjadi MEGA – BINTANG.

Senyawa MERAH-HIJAU sesuai ‘garapan’ Gus Dur bersama kolega sepemikirannya telah berhasil meletakkan eviden kesadaran pada generasi muda NU, menular ke PDIP, dan kerja sama-kerja sama Soekarnois, Nasionalis (tidak sedikit dari mereka terdiri para pemeluk agama Kristen Protestan, Katholik, Buddha, Hindu dan Penghayat Ketuhanan) – Islam (NU).

……………..

2004 – 2015, bersama mendiang Budi Djarot, mendiang Galih Wijil Pangarsa dan Heri Syaefuddin Gonku, coba mengartikusi tengara MERAH-HIJAU sesuai peta masalah serta tuntutan realita saat ini, sekaligus  proyeksi masa depannya. Sifatnya keberlangsungannya serba soft dan cenderung ‘malu-malu’. Meninggalnya Budi Djarot setahun lalu, dan Galih Wijil Pangarsa, 2013, membuat saya ‘berkelana’ sendiri.

Berulang coba mengajak banyak pihak untuk memperkuat senyawa MERAH-HIJAU ‘baru’ dalam ikatan berbangsa dan Negara, tahun 2014 – iklim Pilpres yang dimenangi Jokowi-JK – belum berhasil memantik semangat kesertaan lebih luas. Sampai waktu belum lama ini, beberapa teman muda dari Jakarta, Depok dan Bandung berkontak untuk mengaktivasi MERAH-HIJAU sesuai artikulasi yang pernah disusun sebelumnya :

Bahwa : MERAH – HIJAU merupakan senyawa kelompok masyarakat yang punya akar lingkungan sosial, budaya, politik dan kecenderungan-kecenderungan cinta tanah air, agama, religiusitas dan spritualitas dalam ikatan relasi Publik-Republik.

MERAH, di sini – lebih dari sekedar tengara kesadaran  nasional – juga berarti kecerdasan, intelektualitas, budaya, kebudayaan, daya saing, dan lain-lain. HIJAU, dalam konteks kebangsaan menjadi tengara Islam moderat, kebersamaan agama-agama, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Penghayat Ketuhanan, religiusitas dan spiritualitas. HIJAU, dalam perlambangan lebih jauh juga berarti : kebumian, hal-hal yang terus tumbuh, pelestarian dan keberkangsung terus-menerus. Perlu kami tambahkan kata ‘kebangsaan’ menjadi bagian penegas bagaimana MERAH-HIJAU merupakan kolektivitas berbangsa dalam tanggungjawab untuk menghidupkan gerak – langkah NEGARA.

MERAH-HIJAU KEBANGSAAN ke depan bukan lagi sebagai tengara dikotomikal atau kontradiksi yang head to head, melainkan senyawa – ‘kesetangkepa’ : Loro Kang Nyawiji, saling kemawin dan beranak pinak, melahirkan adat, adab, akal-budi, peradaban yang membawa kebaikan-kebaikan.

Sebagai bentuk perhimpunan, MERAH-HIJAU KEBANGSAAN memilih bidang kerja, pemajuan serta pemulian-pemuliaan lebih jauh di bidang : Pendidikan, Kebudayaan, Lingkungan Hidup, Perempuan – Anak-Anak dan Kepemudaan, Sumber Daya Manusia, Kebersamaan Sosial dan Berbangsa, Koperasi, Ekonomi Kerakyatan, Kedaulatan Pangan, Keselarasan Pembangunan Desa – Kota dan relasi Global-Lokal.

Akan dihidupkan dalam semangat Non Partisan, Non Sektarian dan Non Bisnis. Semoga kelahirannya nanti, dalam waktu tidak lama, bisa membawa suasana berpikir dan bertindak yang bermanfaat terhadap keberlangsungan Republik.

Bandung, 2 Mei 2023

Joko Koentono

 

Info :  +62 812-9768-3140

Follow WhatsApp Channel Desamerdeka.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Artikel ini telah dibaca 79 kali

badge-check

Jurnalis

Tinggalkan Balasan

Baca Lainnya

Libur Lebaran: Kesempatan Emas Promosikan Desa Wisata dengan Konsep AISAS

18 Maret 2025 - 19:58 WIB

Mudik Nyaman dan Berkesan: Informasi Desa Kunci Sukses Libur Lebaran

18 Maret 2025 - 05:14 WIB

Pendamping Desa: Polemik dan Tantangan dalam Pendampingan Pembangunan Desa

5 Maret 2025 - 21:15 WIB

Maksimalkan Potensi Desa: Pentingnya Thumbnail YouTube Berkualitas dalam Pemberitaan

5 Maret 2025 - 15:15 WIB

Prapanca Modern: Menelusuri Jejak Pelestarian Budaya Desa di Nusantara

26 Januari 2025 - 12:43 WIB

Terungkap! Rahasia di Balik Keretakan Rumah Tangga: Bukan Hanya Orang Ketiga

22 Januari 2025 - 22:39 WIB

Trending di OPINI