Mojokerto [DESA MERDEKA] – Kepala Desa Wotanmasjedong, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Anang Wijayanto, terancam sanksi akibat tidak mengaktifkan kembali tiga kepala dusun yang sebelumnya diberhentikan. Kebijakan pemberhentian yang diambil oleh kepala desa dinilai cacat prosedural dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bahkan, sanksi terberat yang mungkin diterima oleh kepala desa adalah pemecatan.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Mojokerto, Bambang Purwanto, menjelaskan bahwa polemik pemberhentian tiga kepala dusun di Desa Wotanmasjedong telah menjadi perhatian pemerintah kabupaten. Hal ini disebabkan oleh pencopotan yang dilakukan oleh kepala desa tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya.
“Ada ketentuan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 26. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa pemberhentian kepala dusun harus mendapatkan rekomendasi dari bupati. Ini adalah salah satu prosedur yang tidak dilalui oleh kepala desa,” ungkap Bambang Purwanto.
Menurutnya, ketiga perangkat desa tersebut diberhentikan berdasarkan aturan lama yang menyatakan bahwa masa jabatan perangkat desa hanya 15 tahun. Bambang Purwanto juga mengatakan bahwa pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mengingatkan dan membina dengan memberikan surat kepada camat untuk diteruskan ke desa agar membatalkan dan mengangkat kembali perangkat desa yang sudah dihentikan.
“Jadi, apa pun alasannya, karena prosedurnya tidak sesuai dengan ketentuan, kewajibannya adalah harus membatalkan dan mengangkat kembali,” jelasnya.
Bambang Purwanto juga menyampaikan bahwa jika kepala desa tetap tidak mau mengaktifkan kembali tiga kepala dusun tersebut, maka akan ada konsekuensi yang harus diterima. Mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2015 tentang kepala desa, kebijakan yang diambil oleh kepala desa tersebut telah melanggar larangan sebagai kepala desa. Kepala desa yang bersangkutan dapat dikenakan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 85 Tahun 2018 tentang pemberian sanksi administratif, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap.
“Terkait konsekuensi itu nanti kita kaji. Yang pasti, tentu ada peringatan-peringatan untuk mematuhi itu. Ketika tidak mau melaksanakan, kita akan melakukan teguran-teguran. Di samping itu, pihak yang dirugikan juga bisa melakukan upaya gugatan ke PTUN,” paparnya.
Sesuai dengan Perbup 85/2018 pasal 7, pemerintah daerah akan melakukan beberapa tahapan, mulai dari melakukan pembinaan. Jika dalam 30 hari kemudian kepala desa tidak patuh, maka akan diterbitkan teguran tertulis. Jika masih tidak patuh, maka kepala desa akan diberhentikan sementara. Setelah 30 hari lagi tidak patuh, maka yang bersangkutan akan diberhentikan sebagai kepala desa.
“Jadi, ada konsekuensi-konsekuensinya, ini akan kita kaji, sejauh mana langkah itu bisa kita lakukan,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemberhentian tiga kepala dusun di Desa Wotanmasjedong, Kecamatan Ngoro, telah menimbulkan polemik. Keputusan tersebut dinilai tidak sesuai aturan karena camat setempat disebut kurang update terkait regulasi. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto, Winajat, setelah melakukan rapat dengar pendapat di kantor dewan.
Redaksi Desa Merdeka
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.