Jakarta ( DESA MERDEKA ) -Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mendukung langkah pemerintah guna menindak secara tegas importir pakaian bekas ilegal yang merugikan industri tekstil maupun garmen.
Potensi kerugian yang disebabkan oleh peredaran baju impor bekas secara ilegal diklaim mencapai Rp 19 triliun. Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan, data-data yang dilampirkan API dan APSyFI merupakan dampak nyata.
Lantaran itu, untuk melindungki usaha lokal di dalam negeri, terutama para UKM pakaian jadi, pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap aksi para importir ilegal ini dinilainya sudah tepat.
“Pakaian bekas selundupan ini luar biasa merugikannya. Pada tahun 2022 saja dari data Trademaps, Malaysia menjadi supplier terbesar pakaian bekas ke Indonesia mencapai sekitar 25 ribu ton dan tidak tercatat karena ilegal. Bahkan sebanyak 350 ribu potong pakaian per hari membanjiri pasar lokal,” ucap Teten.
Kenyataan tersebut, kata Teten, memukul industri pakaian jadi yang masuk dalam kategori UKM pakaian jadi yang selama ini berkembang di pasar lokal. Apalagi pakaian bekas yang ditawarkan memiliki merek-merek yang menggiurkan.
“Jadi jangan dikacaubalaukan dengan pengertian thrifting. Pakaian bekas ilegal ini memang selundupan. Kami melindungi UKM lokal di pasar domestik, dan bagaimana mengurangi impor yang tidak tercatat (termasuk impor pakaian ilegal dan alas kaki ilegal) yang cukup deras tak hanya pakain jadi tapi juga tekstil,” katanya.
Seperti pemusnahan 7.000 bal bekas pakaian impor di Cikarang beberapa waktu lalu, MenKopUKM menyebut, bekas pakaian yang dimusnahkan mayoritas merupakan bekas pakaian dengan pasar menengah ke bawah.
“Pakaian bekas yang masuk ke pasar lokal ini yang memukul UKM. Dengan dukungan API dan APSyFI, kami menjadi yakin sesuai permintaan asosiasi tekstil kepada Pemerintah harus benar-benar menyetop selundupan bekas pakaian. Berharap, jika hal tersebut bisa dilakukan, produksi dalam negeri, utilitasnya tidak lagi 60 persen sehingga lapangan kerja di dalam negeri semakin terbuka luas dan industri tekstil semakin baik,” kata Teten.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan, ketergantungan terhadap impor tidak mendorong pertumbuhan ekspor, bahkan berdampak negatif bagi pasar domestik.
Dengan dorongan kebijakan substitusi impor dan neraca komoditas akan mendorong peningkatan integrasi industri hulu-hilir TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) siap mengejar ketertinggalan.
TPT menjadi salah satu sektor unggulan dengan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan I tahun 2022, TPT berkontribusi sebesar 6,33 persen terhadap total PDB sektor pengolahan industri non migas. Sumbangan ekspor TPT industri terhadap total ekspor nasional tahun 2021 sebesar 5,67 persen dan selama Januari-Mei 2022 kewajiban 5,33 persen.
“Akibat pakaian bekas impor ilegal, industri TPT mengeluh. Faktanya volume impor lebih besar dari ekspor. Data dari Trademaps, sebanyak 350 ribu potong pakaian ilegal per hari ini, jika bisa mengikat produk lokal, bisa menggerakkan banyak pekerja. Kami mendukung ketegasan Pemerintah untuk memberantas impor pakaian bekas ilegal,” katanya.
Redaksi Desa Merdeka
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.