Wonogiri [DESA MERDEKA] – Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Wonogiri masih belum mengetahui secara pasti bagaimana mekanisme pengelolaan usaha yang berasal dari penyertaan modal senilai 20% dana desa untuk menjalankan unit usaha ketahanan pangan. Bentuk usaha yang akan dijalankan pun belum jelas, apakah akan berupa usaha penanaman pangan, pembiakan ternak, atau lainnya.
“Sudah mendengar kabar itu, soal Bumdes akan mengelola ketahanan pangan. Tetapi kami belum tahu detailnya bagaimana. Kami juga masih bingung ini nanti bagaimana. Tetapi pemerintah desa sepertinya sudah mulai merancang nanti jalannya bagaimana,” kata Andreas David Yuliyanto, Sekretaris BUMDesa Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, dilansir dari Solopos, Senin (24/2/2025).
Kendati begitu, Andreas menyambut baik rencana penyertaan modal dari pemerintah desa untuk program ketahanan pangan desa. Program ketahanan pangan dari dana desa ini menjadi momen bagi Bumdesa Jatisari untuk kembali aktif setelah mandek dan mengalami reorganisasi pengurus. Sebelumnya, Bumdesa Jatisari memiliki unit usaha produksi panel kayu. Namun, belakangan usaha itu tidak berkembang, salah satunya lantaran terhantam pandemi Covid-19. Mereka belum tahu bagaimana mekanisme pengelolaan anggaran dan bentuk usaha ketahanan pangan tersebut.
“Belum ada pembahasan serius terkait hal itu antara pemerintah desa dengan Bumdes,” terang Andreas.
Hal yang hampir serupa disampaikan Direktur BUMDesa Sendang, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, Narno. Dia menyampaikan pemerintah desa sudah mengabarkan kepada Bumdesa ihwal regulasi terbaru penggunaan alokasi program ketahanan pangan yang harus melibatkan BUMDes.
Tetapi, hal itu baru disampaikan secara informal. Belum ada kejelasan yang mendetail tentang program tersebut. “Ya kami masih menunggu nanti mekanismenya bagaimana. Itu nanti kan tetap butuh koordinasi, analisis usaha juga,” ujar Narno.
Segera Beradaptasi
Narno mengatakan meskipun sudah ada aturan itu, Bumdes Sendang sama sekali belum memiliki gambaran usaha yang berkaitan dengan ketahanan pangan. Selama ini, unit usaha yang dijalankan Bumdes berupa jasa dan pengelolaan wisata. Itu pun saat ini kondisinya belum pulih betul sejak pandemi Covid-19.
Dia juga menyebut secara geografis Desa Sendang berada di perbukitan dan lereng cadas. Kondisi itu tidak mendukung untuk membuka usaha pertanian seperti sawah dan tanaman pangan lain. Yang paling memungkinkan adalah usaha perikanan air tawar di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. “Cuma nanti bagaimana bentuk usahanya belum bisa memastikan,” ungkap dia.
Untuk diketahui, berdasarkan Keputusan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal No 3/2025, program ketahanan pangan yang bersumber dari Dana Desa harus melibatkan Bumdes, Bumdesa Bersama, atau lembaga ekonomi masyarakat desa lainnya. Keputusan itu keluar pada Januari 2025 saat pemerintah desa telah menetapkan APB Desa 2025.
Sebelumnya, Ketua Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) Wonogiri, Purwanto, mengatakan belum semua Bumdes di Kabupaten Wonogiri mapan. Unit usaha Bumdes di Kabupaten Wonogiri sangat jarang berkaitan dengan usaha pertanian.
Banyak pula Bumdes yang memang belum siap mendapatkan modal besar untuk menjalankan usaha pertanian guna mendukung ketahanan pangan. Pada kenyataannya, sebagian besar Bumdes memang belum tergolong maju.
Kepala Desa Krandegan, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri, itu menyampaikan pemerintah desa harus segera beradaptasi dengan regulasi ini. Mau tidak mau, pemerintah desa segera mengidentifikasi dan menentukan potensi pertanian, peternakan, atau perikanan yang dapat dikelola Bumdes.
Pada saat yang sama, pemerintah desa juga harus menyiapkan Bumdes mereka agar benar-benar siap mengelola modal ratusan juta rupiah dari dana desa itu. “Tetapi apa boleh buat. Yang namanya sudah aturan, ya harus kami dukung, kami taati. Kami akan mengikuti aturan itu. Saat ini kami masih menunggu petunjuk pelaksanaan dan teknisnya bagaimana,” kata Purwanto.
Redaksi Desa Merdeka
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.